1. Pembelajaran hanya pada buku paket
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan dan guru tidak mencari sumber referensi lain.
2. Mengajar Satu Arah
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru membawa siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan profesinya?
3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup. Masih banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah, tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di kota.
4. Aturan yang Mengikat
Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.
5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-olah Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.
6. Metode Pertanyaan Terbuka Tidak Dipakai
Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia. Dalam setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka.
7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau "guru juga menyontek" ? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai negeri yang diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya sendiri.
8. Guru Belum Profesional
ada 12 penyakit yang sering diderita oleh guru, penyakit itu antara lain:Tipes : Tidak punya selera (monoton dan membosankan)
Mual : mutu amat lemah (mutu lemah mau jadi guru bersertifikat pendidik? jangan ngimpi)Kudis : Kurang disipiln (murid disuruh disiplin, namun kalau kita tidak disiplin? ^$#&@$)
Asma : Asal masuk kelas (kewajiban guru kepada peserta didik, bukan rutinitas)
Kusta : Kurang Strategi (hoaammm… di kelas siswa bakal ngantuk berat
TBC : Tidak Bisa Computer (Jaman Gini ga bisa komputer? haddeeeeehhhhh…… %$^%#@)
KRAM : Kuram Terampil
Asam Urat : Asal Sampaikan materi urutan kurang akurat (kualitas bos,, bukan kuantitas….)
Lesu : Lemah Sumber (cuma pake 1 referensi, LKS pula ; pake internet… ga kenal internet? NDESO (by tukul arwana )
Diare : Dikelas Anak-anak remehkan (Guru hanya menang belajar 1 malam dari siswa, apa masih meremehkan siswa?)
Ginjal : Gajinya nihil jarang aktif dan terlambat (Penyakit yang paling parah , guru bukan cari uang, tapi cari nafkah batin .. ingat semboyan Pahlawan tanpa tanda jasa)
Sakaw: Status Kalaw (baca: Galau) bukan karena narkotika tapi karena gambar di bawah ini, ya…karena social network kita jadi semakin galau…ajarkan murid untuk menulis status cerdas, ingat kata Mark Zuckerberg di Film “The Social Network”: You Don’t Get To 500 Million Friends Without Making A Few Enemies
0 komentar:
Posting Komentar