Saat mempersiapkan ujian akhir SMA, ayahnya dipanggil Yang Maha Kuasa. Hal itu membuatnya tak bisa membayar biaya sekolah. Ia tidak punya pilihan lain selain meninggalkan bangku sekolah.
Dream - George Mel bermimpi bisa menerbangkan pesawat sejak ia masih anak-anak. Tetapi ketika ayahnya meninggal, dia harus merelakan studinya dan kesempatan pelatihan untuk menjadi pilot.
Namun George tidak patah arang. Kini dia telah berhasil membuat sebuah pesawat sederhana. Karyanya tersebut mengundang simpati dari Angkatan Udara Sudan Selatan sehingga dia direkrut kerja di bagian Teknologi Informasi (TI).
George sekarang hanya bisa berharap mengambil pendidikan teknik penerbangan di luar negeri.
"Aku sangat ingin sekali menjadi insinyur penerbangan sejak lama," kata George, 23 tahun. George mengaku sangat suka membuat pesawat di rumahnya Juba, ibukota Sudan Selatan.
"Waktu masih kecil, aku ingin bisa terbang seperti burung. Aku naik ke atap rumah, memakai kain gorden dan lembaran besi di kedua tangan sebagai sayap. Aku kemudian melompat, kakiku hampir patah," kenang George dikutip Dream.co.id dari laman BBC, Selasa 17 Februari 2015.
George pergi ke Uganda untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah atas. Namun pada 2011 saat mempersiapkan ujian akhir, ayahnya dipanggil Yang Maha Kuasa.
Hal itu membuatnya tak bisa membayar biaya sekolah. George tidak punya pilihan lain selain meninggalkan bangku sekolah dan pulang ke kampung halaman.
Namun kecintaan George terhadap dunia penerbangan sangat besar. Kehilangan ayah dan tidak pergi ke sekolah justru memacu semangat George mempelajari ilmu merancang pesawat.
Setelah melakukan riset kecil-kecilan, George mulai mengerjakan proyeknya membangun pesawat sederhana.
Dia tak lelah keliling Juba untuk membeli komponen yang bisa dirakit menjadi kerangka pesawat. Tak lupa, dia membeli dua mesin dengan tenaga kecil untuk menghidupkannya.
Menggunakan kursi kebun sebagai tempat duduk pilot, George akhirnya bisa membuat pesawat dengan melakukan perbaikan di sana sini menggunakan informasi yang didapatnya dari buku dan internet.
Pada akhir 2013, Sudan Selatan tenggelam dalam perang saudara. Namun George tak pernah berhenti bereksperimen dengan pesawat ciptaannya meski terjadi perang di jalanan dekat rumahnya.
Dia bahkan bisa mendengar suara tembakan di sekitar rumahnya. "Aku tidak berhenti mengerjakan proyek pesawat," katanya.
"Saat semua orang pergi mengungsi, aku tetap di dalam kamarku yang berfungsi sebagai 'pusat penelitian'," katanya.
George kemudian membawa pesawat rancangannya itu ke markas AU Sudan Selatan. Tak disangka, pejabat di AU mengagumi karya George dan memberinya pekerjaan di bagian TI.
Meski mendapat pujian dari pejabat AU, pesawat rancangan George tidak mendapat izin uji terbang. Pesawat itu kini terparkir di halaman rumahnya.
Tapi George tetap bertekad untuk mewujudkan ambisinya, bagi dirinya dan bagi masa depan negaranya.
"Aku sangat berharap. Apa yang terjadi telah terjadi dan kita harus melanjutkan hidup," kata George.
Salah satu harapan George adalah membuat drone (pesawat tak berawak) yang bisa menyemprot tanaman pertanian. Namun dia sangat ingin merancang dan membangun pesawat sungguhan.
0 komentar:
Posting Komentar